Krisis Kapitalisme dan Tugas-Tugas Kaum Revolusioner 2

Dunia kita sedang berubah, memasuki sebuah periode transisional dari satu epos ke epos lainnya. Berikut ini adalah perspektif dunia untuk mehamami proses tersebut dan memberikan kita, kaum revolusioner, arahan untuk bertindak dan membawa sosialisme ke muka bumi.

IV. Hubungan-Hubungan Dunia

Runtuhnya Uni Soviet menciptakan sebuah situasi yang unik dalam sejarah dunia. AS adalah satu-satunya kekuatan adidaya, dan menguasai dunia melalui semacam Pax Americana. Pada tahun 1999, ketika Clinton memutuskan untuk menendang Slobodan Milosevic keluar dari Kosovo, dia memenuhi objektifnya hanya dengan kekuatan angkatan udara Amerika. Tidak ada negara lain yang memiliki kemampuan untuk mengerahkan kekuatan begitu cepat dan masif ke setiap sudut dunia. Perasaan superioritas membuat para pejabat di Washington sombong, dan menyebabkan serangkaian petualangan militer, terutama setelah 9/11.

Pada tahun 1930an, Hitler mengimplementasikan sebuah program pembangunan angkatan bersenjata yang besar. Di Amerika, Roosevelt dengan New Deal. Ini tidak menyelesaikan krisis di Amerika. Yang menyelesaikan masalah pengangguran di Amerika bukanlah New Deal tetapi Perang Dunia Kedua. Hal yang sama juga benar di Jerman. Hitler harus pergi berperang pada tahun 1938, kalau tidak ekonomi Jerman akan runtuh. Kapitalisme Jerman terpaksa menyelesaikan masalahnya dengan mengorbankan Eropa.

Hitler menyerang Eropa dan merebut semua kekayaan Prancis dan musuh-musuh imperialis lainnya. Akan tetapi, sekarang tidak ada perspektif perang dunia. Pada masa kini, kapitalis-kapitalis Eropa sedang bersaing dengan AS. Tetapi siapa yang akan melawan Amerika Serikat? Tidak akan ada perang dunia di bawah situasi seperti ini. Tetapi akan selalu ada perang-perang kecil setiap saat. Irak adalah sebuah perang kecil. Afghanistan adalah sebuah perang kecil. Ada perang kecil di Somalia. Tetapi konfrontasi langsung antara kekuatan-kekuatan besar untuk saat ini tidak akan terjadi.

AS dalam hal kekuatan militer ada di kelasnya tersendiri. Anggaran militernya melebihi gabungan anggaran militer dari kompetitor-kompetitor terdekatnya – Tiongkok, Jepang, Eropa Barat, dan Rusia. Jangkauan kekuatan militernya di dunia tidak ada lawannya. Tetapi batas dari kekuatan imperialisme AS sudah mulai tercapai. Pada abad ke-19, ketika Inggris memainkan peran yang sama, kapitalisme ada dalam fase kenaikan. Tetapi sekarang imperialisme AS sedang mewarisi peran polisi dunia di dalam periode degenerasi kapitalisme. Daripada mendapatkan keuntungan dari peran ini, kekuatan AS terhisap secara kolosal.

Rusia sekarang hanyalah bayang-bayang dari Uni Soviet dulu, yang dibebani oleh jumlah populasi yang menurun, mis-manajemen dan korupsi. Tetapi ia tetap adalah satu kekuatan militer besar dan Rusia sekarang menegaskan kembali posisinya dan melawan kemajuan kekuatan AS. Bush berpikir bahwa Rusia tidak akan mampu melawan ekspansi NATO yang mulai mengancam akan mengelilingi Rusia dengan pangkalan-pangkalan militer. Dia salah.

Pada bulan September tahun lalu, Presiden AS Barack Obama mengumumkan bahwa dia akan membatalkan rencana-rencana untuk membangun pangkalan-pangkalan misil di Polandia dan Republik Ceko dalam sebuah perubahan besar rencana pertahanan misil di Eropa. Rencana Presiden George W. Bush sebelumnya akan menaruh sebuah instalasi radar di Republik Ceko dan interseptor di Polandia. Obama kemudian mempertimbangkan ulang proposal untuk menggunakan interseptor yang lebih kecil karena ancaman Moskow bahwa mereka akan memasang misil-misil Iskander di Kaliningrad bila Washington melanjutkan rencana anti-misilnya. Rencana terakhir untuk memasang misil-misil Patriot telah membangkitkan lagi kecurigaan Rusia akan motif untuk memperkuat kehadiran NATO di dekat perbatasannya, dan Rusia memutuskan untuk menguatkan armada laut Baltiknya sebagai respon terhadap rencana-rencana AS. Ini sekali lagi menunjukkan batas dari kekuatan imperialisme AS.

Obama memiliki sebuah pendekatan yang berbeda dalam kebijakan luar negeri dibandingkan dengan presiden sebelumnya, setidaknya dalam bentuk tetapi bukan dalam isinya. Dia membela kepentingan imperialis yang sama, tetapi dengan cara yang lebih halus (yang tidak terlalu sulit). Dia telah memperbesar anggaran militer secara keseluruhan ke 680 milyar dolar – sebuah jumlah yang hanya bisa dimimpinkan oleh Reagan dan Bush. Pengeluaran pertahanan sekarang mengkonsumsi 35-42% dari pendapatan pajak AS. Tambahkan milyaran dolar yang telah dibagikan ke kaum kaya tanpa pertanggungjawaban, tidaklah mengherankan kalau “tidak ada cukup” uang untuk menciptakan pekerjaan, sekolah-sekolah, atau pelayanan kesehatan. Ini adalah satu versi baru “pistol dulu baru mentega”. Dan untuk ini dia mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian!

Tentu saja kebijakan luar negeri AS didikte oleh kepentingan mereka, bukan oleh idealisme. Biaya ekonomi untuk peperangan di Irak dan Afghanistan sekarang sudah mencapai lebih dari 1 trilyun dolar dan masih meningkat. Biaya hidup juga meningkat dan peperangan ini mengakibatkan oposisi yang meningkat di AS. Bahkan superpower terbesar di dunia tidak akan bisa terus mentolerir tertumpahnya begitu banyak darah dan emas terlalu lama.

Estimasi defisit untuk tahun depan adalah hampir 11% dari seluruh output ekonomi AS. Ini adalah tanpa preseden di waktu damai. Selama Perang Saudara, Perang Dunia I dan Perang Dunia II, Amerika Serikat mengalami defisit yang besar, tetapi setelah perdamaian terrestorasi, biasanya neraca yang seimbang juga terrestorasi. Tetapi sekarang berbeda. Bahkan dalam proyeksi dari Obama (yang optimistis), defisit Amerika tidak akan kembali ke level yang sehat untuk setidaknya 10 tahun. Kenyataannya, pada tahun 2019 dan 2020 defisit diprediksi akan meningkat secara tajam lagi, sampai lebih dari 5% PDB.

Defisit anggaran federal AS sangatlah besar dan dapat melemahkan basis kekuatan Amerika. Penasehat ekonomi utama Obama, Lawrence H. Summers, biasa mengajukan pertanyaan: “Selama apa peminjam terbesar dunia bisa tetap menjadi kekuatan dunia terbesar?” Obama mengingatkan Amerika bahwa “administrasi dan Kongres sebelumnya menciptakan program obat-obatan baru yang mahal, memberikan pemotongan pajak besar untuk orang kaya, dan membiayai dua perang tanpa membayar satupun dari ini.” Sekarang kapitalisme AS terperangkap di antara dua batu: untuk tetap mengapungkan sistem ini, ia terpaksa melakukan pengeluaran defisit yang intens.

Ini berarti bahwa defisit akan melonjak ke tingkat tinggi yang baru sebelum turun. Ini merepresentasikan sebuah krisis mendalam, yang terrefleksikan di dalam perpecahan yang mendalam di kelas penguasa AS. Kaum Republikan, yang diam saja mengenai hutang yang diciptakan oleh tahun-tahun Bush, sekarang menolak berbicara mengenai peningkatan pajak. Kaum Demokrat menolak untuk berbicara mengenai pemotongan program-program sosial.

Departemen Keuangan AS telah meminjamkan uang untuk membiayai defisit pemerintah dengan bunga yang sangat rendah. Ini mengindikasikan bawah pasar percaya hutang-hutang ini akan dibayar tepat waktu dan sepenuhnya. Tetapi berapa lama kepercayaan ini akan berlangsung? AS hutang banyak sekali pada Tiongkok, dan Tiongkok tidak yakin mereka akan mendapatkan semua hutang itu kembali. Ketika anggota-anggota kepemimpinan Tiongkok mengunjungi Washington tahun lalu, mereka menanyakan pertanyaan yang kikuk mengenai anggaran Tuan Obama. Eropa juga kawatir mengenai defisit AS.

Obama mulai menarik kesimpulan yang diperlukan. Pada awal Desember dia mengumumkan rencananya untuk mengirim 30 ribu pasukan Amerika ke Afghanistan, tetapi dia juga menjelaskan bahwa AS tidak dapat tinggal di sana untuk terlalu lama. “Kemakmuran kita menyediakan satu pondasi untuk kekuatan kita,” dia mengatakan ini kepada para kadet di West Point. “Kemakmuran ini membiayai militer kita. Ia mendukung diplomasi kita. Ia mengembangkan potensi rakyat kita, dan memungkinkan investasi di industri bari [...] Inilah mengapa komitmen pasukan kita di Afghanistan tidak bisa selamanya,” katanya, “karena negara yang saya prioritaskan paling besar untuk dibangun adalah negara kita sendiri.”

Untuk alasan-alasan ini, Obama telah dipaksa mengakui keterbatasan dari kekuatan AS. Dia mencoba untuk keluar dari Irak. Tetapi ia justru mengirim 30 ribu pasukan lagi untuk bergabung dengan 68 ribu tentara AS dan 39 ribu lainnya dari NATO yang sudah ada di Afghanistan. Ini 10 ribu kurang dari yang diminta oleh komandannya di Afghanistan, Jendral Stanley McChrystal. Harapannya adalah bahwa kekurangan ini diatasi oleh kontribusi lebih besar dari sekutu-sekutu NATO. Ini menyiapkan krisis-krisis politik baru di AS dan Eropa. Tetapi ini tidak akan membuat perbedaan apapun dalam hasil perang di Afghanistan.

Obama sedang mencoba menyeimbangkan situasi, berjanji untuk mengalahkan Taliban sementara pada saat yang sama mengatakan kepada rakyat Amerika bahwa peperangan di Afghanistan bukanlah sebuah komitmen terbuka tanpa akhir. Tujuan yang dia deklarasikan adalah untuk memperkuat pemerintah Afghanistan, dan melatih dan memperlengkapi kekuatan polisi dan tentara lokal. Tetapi rejim Karzai sangatlah korup dan tentara Afghan tidak akan bisa bertahan satu minggu tanpa kehadiran kekuatan NATO. Kematian rakyat sipil yang besar yang disebabkan oleh serangan udara AS telah menyebabkan kebencian terhadap penjajah asing. Taliban hampir memiliki persediaan sukarelawan yang tidak terbatas, dan banyak senjata dan uang dari perdagangan opium yang mensuplai 92 persen dari opium dunia. Taliban memiliki pendukung-pendukung yang kuat dari petinggi-petinggi Negara dan Badan Intelijen Pakistan.

Karzai telah memberikan peringatan bahwa angkatan bersenjata Afghanistan tidak akan mampu bertarung dengan sendirinya hingga “15, atau 20 tahun”. Bahkan estimasi ini adalah optimis. Jendral-jendralnya Obama sedang menekan dia untuk mengirim lebih banyak pasukan ke Afghanistan, tetapi sebanyak apapun yang mereka kirim, mereka tidak akan meraih kesuksesan lebih banyak daripada imperialis Inggris pada masa lalu. Pada saat itu kaum imperialis Inggris terpaksa membeli perdamaian dengan menyuap para pemimpin suku-suku. Amerika pada akhirnya tidak punya pilihan lain selain melakukan hal yang sama. Dalam jangka panjang ini akan lebih murah.

Imperialis AS tidak akan dapat memenangkan perang di Afghanistan, tetapi mereka telah menciptakan ketidakstabilan di seluruh wilayah tersebut. Washington terpaksa bekerja dengan pemerintah Pakistan dalam usahanya yang tidak berhasil untuk menghancurkan Taliban di Pakistan. Obama telah berjanji bahwa “Amerika tetap adalah pendukung kuat dari keamanan dan kemakmuran Pakistan jauh setelah pistol-pistol telah diam.” Tetapi memasuki Pakistan seperti seekor gajah di toko keramik, AS telah membuat tidak stabil negara tersebut.

Dengan menyerang Irak, satu-satunya yang dilakukan imperialis AS adalah membuat tidak stabil seluruh wilayah tersebut. Semua rejim pro-barat ada di bibir jurang: Saudi Arabia, Mesir, Lebanon, Jordan, dan juga Moroko. Para elit penguasa ini ketakutan oleh demonstrasi-demonstrasi yang terjadi selama peperangan Gaza.

Obama ingin membuat sebuah perjanjian dengan Palestina, ini akan membantu sekutu-sekutunya di Timur Tengah, dan akan sangat berguna baginya. Tetapi kelas penguasa Israel memiliki kepentingannya sendiri, yang tidak selalu sama dengan Washington, dan mereka tidak siap untuk mencapai perjanjian yang berarti. Sementara berbicara mengenai sebuah perjanjian, perdana menteri Israel membocorkan berita mengenai sebuah rencana untuk membangun 900 rumah di suburban Gilo di Yerusalem yang diokupasi. Semua usaha untuk mencari jalan menghentikan pembangunan rumah ini telah terbukti sia-sia.

Dalam kenyataannya, negosiasi-negosiasi tersebut adalah sandiwara. Netanyahu mengatakan: “ya, kami akan menerima sebuah perjanjian” tetapi dia telah menaruh syarat-syarat yang pasti tidak akan diterima oleh rakyat Palestina. Mereka harus dilucuti persenjataannya, yang sejatinya berarti mereka harus menerima kendali dari Israel. Negara macam apa ini? Kemerdekaan macam apa ini? Seperti yang telah kita katakan berulang kali, tidak akan ada solusi untuk masalah-masalah Palestina di atas basis kapitalisme dan di dalam batasan sempit Israel/Palestina.

Impotennya imperialisme juga jelas di Somalia. Mereka telah terseret ke sebuah konflik yang akan menciptakan kesulitan-kesulitan yang lebih besar. Sekarang Yemen juga sama. Perkembangan di Pakistan dan Somalia punya potensi untuk menjadi ancaman lebih besar untuk kaum imperialis dibandingkan Irak dan Afghanistan. Tetapi mereka tidak bersedia mengirim lebih banyak pasukan karena mereka masih dihantui ingatan mengenai Vietnam. Para komentator sudah menarik paralel antara Afghanistan dan Vietnam. Perang Vietnam memperingatkan mereka bahwa revolusi kolonial dapat mempengaruhi massa rakyat di rumah. Petualangan-petualangan di Irak dan Afghanistan dapat memiliki pengaruh yang sama, bukan hanya di AS tetapi juga di negara-negara koalisi imperialis lainnya.

V. Revolusi Kolonial

Negara-negara mantan koloni telah secara parsial berhasil menendang keluar kekuasaan militer langsung oleh kekuatan asing. Tetapi negera-negara ini masih dieksploitasi oleh negara-negara imperialis, yang memiliki kendali yang bahkan lebih besar melalui mekanisme pasar dunia. Mereka menghisap negara-negara ini bahkan lebih parah dari sebelumnya. Di kebanyakan negara-negara ini taraf hidup telah jatuh bahkan sebelum krisis. Sekarang sebuah perspektif yang menakutkan membuka kelaparan, pengangguran massal, dan penderitaan dalam skala yang besar.

Kaum liberal barat berbicara banyak mengenai omongkosong sentimental akan “negara-negara miskin”, dan pada saat yang sama mengeksploitasi mereka. Negara-negara ini harus membayar milyaran dolar untuk pembayaran hutang, tetapi sekarang berhutang lebih banyak lagi. Nilai ekspor negara-negara ini (bahan mentah dan produk pertanian) selalu lebih rendah dari barang-barang manufaktur yang mereka impor dari negara-negara maju. Tidak ada solusi untuk ini di bawah basis kapitalisme. Ini akan berarti ledakan-ledakan besar di periode selanjutnya di Amerika Latin, Asia, dan Afrika.

Di Afrika, ancaman jatuhnya benua ini ke dalam barbarisme adalah, di satu pihak, satu ekspresi dari kemustahilan untuk menyelesaikan masalah-masalah Afrika di atas basis kapitalisme, dan di pihak yang lain ini adalah ekspresi dari campurtangan kekuatan imperialis yang rakus untuk mendapatkan sumberdaya alam besar dari benua ini. Bahkan pada saat boom ekonomi ada situasi mimpi buruk di Sub-Sahara Afrika. Apa yang terjadi di Rwanda adalah sebuah peringatan yang buruk. Peristiwa-peristiwa serupa dapat terulang di tempat lain, seperti yang kita saksikan dalam perang saudara yang menyeramkan di Kongo dimana setidaknya 5-6 juta orang terbantai.

Kekejaman yang serupa terjadi di Sierra Leone dan Uganda. Tidak lama yang lalu, Kenya, sebuah negara Afrika yang secara relatif stabil, ada di tepi jurang perang saudara. Sekarang sebuah peperangan terjadi di Somalia, dan perang di Sudan ada dalam titik dimana ia akan meledak kembali. Ada konflik beragama antara kaum Muslim dan Kristen di Nigeria. Akan tetapi, di Afrika ada negara-negara kunci dimana terdapat kelas pekerja yang kuat: Nigeria, Afrika Selatan, dan Mesir, dimana telah terjadi pemogokan-pemogokan besar di periode terakhir.

Pemogokan-pemogokan besar buruh tekstil pada tahun 2007 adalah satu indikasi dari apa yang akan terjadi di Mesir di masa depan. Yang paling signifikan dari pemogokan-pemogokan ini adalah bahwa ini dimulai oleh kaum perempuan, yang memakai pakaian Islam tradisional, yang memakai chador, dan di banyak pabrik mereka pergi ke para lelaki menanyakan mengapa mereka tidak mogok. Perempuan-perempuan ini berpartisipasi di dalam okupasi-okupasi pabrik, tidur di pabrik dengan bayi-bayi mereka. Ada juga pemogokan penting seperti ini dari para guru. Ada sebuah gejolak di masyarakat Mesir, yang merefleksikan tumbuhnya kepercayaan diri kelas pekerja, di salah satu negara terbesar dan paling berkembang di Afrika.

Di Nigeria, di dekade sebelumnya, kita telah menyaksikan delapan pemogokan umum, dan beberapa pemogokan penting lainnya dari para dokter, staf universitas, pegawai negara, dan sebagainnya. NLC (Nigerian Labour Congress, Kongres Buruh Nigeria) adalah organisasi paling popular di antara massa rakyat. Para pemimpin NLC memainkan peran politik yang penting, tetapi mereka sadar akan potensi kekuatan dari kelas pekerja Nigeria dan inilah mengapa sampai saat ini mereka belum memberikan dukungan penuh kepada Partai Buruh Nigeria yang baru saja terbentuk. Bila NLC memberikan dukungan resmi kepada partai ini, tidak diragukan lagi kalau partai ini akan menjadi satu kekuatan yang besar di dalam politik Nigeria. Namun, karena tidak adanya alternatif, rakyat hanya dapat memilih di antara politisi-politisi gengster borjuis. Rejim Nigeria sekarang sangatlah lemah, dan tetap berkuasa karena inersia, dan karena tidak ada alternatif yang kredibel. Tetapi ada kemarahan di antara massa, dan hanya masalah waktu saja sebelum mereka bergerak lagi.

Akan tetapi, negara kunci di Sub-Sahara Afrika adalah Afrika Selatan. ANC (African National Congress, Kongres Nasional Afrika) tiba di tampuk kekuasaan berdasarkan kompromi yang busuk dengan kelas penguasa putih. Massa buruh hitam hampir tidak mendapatkan apa-apa dari perjanjian tersebut. Satu-satunya hal yang terjadi adalah kaum borjuis hitam dan kelas menengah hitam berfusi dengan kaum penindas putih, dan kepentingan dari kaum borjuis ini diwakilkan oleh satu seksi dari ANC yang dipimpin oleh Thabo Mbeki. Dia adalah seorang Stalinis dan dia menjadi seorang borjuasi sepenuhnya, dan sebagai akibatnya ada perpecahan terbuka di dalam ANC.

Di Afrika Selatan, sebuah skenario mimpi buruk terbuka di atas basis kapitalisme. Partai Komunis Afrika Selatan (PKAS) sedang memajukan kebijakan-kebijakan reformis. ANC telah bergeser ke kanan dan sedang melakukan pekerjaan kotor kaum borjuasi. Ada jutaan penganggur dan hanya segelintir orang hitam yang menjadi  kaya dan bergabung dengan para elit. Satu-satunya selera ANC adalah kekayaan tambang, yang dieksploitasi untuk keuntungan kaum imperialis. Ini sangatlah tidak populer. Massa rakyat hitam gusar terhadap Mbeki. Zuma telah menggantikan dia sekarang, tetapi sekarang Afrika Selatan terpukul dengan parah oleh krisis ekonomi. Rakyat masih memiliki ilusi terhadap ANC. Tetapi kesabaran mereka ada batasnya.

Tingkat pengangguran adalah 23,5%; angka yang sesungguhnya jauh lebih tinggi. Rakyat pekerja kulit hitam berpikir bahwa Zuma akan ada di sayap kiri, dan bahwa dia akan membela kepentingan mereka. Tetapi ilusi ini tidak bertahan lama. Sudah ada pemogokan-pemogokan besar di kota-kota besar Afrika Selatan, bukan hanya pemogokan bus, tetapi juga klinik, polisi lalu lintas, perpustakaan, taman-taman, dan sektor publik secara umum. Sudah ada bentrokan-bentrokan dengan polisi, barikade-barikade telah dibangun dan polisi telah menembaki buruh dengan peluru karet. Kita harus memperhatikan perkembangan di Afrika Selatan.

India dan Pakistan

Jatuhnya Stalinisme berarti bahwa para pemimpin Partai-Partai Komunis telah menjadi bahkan lebih bangkrut. Di masa lalu mereka mengikuti Moskow, sekarang mereka mengikuti kaum borjuasi. Mereka telah menanggalkan kepura-puraan dalam berdiri untuk sosialisme. Di India, Partai Komunis India selalu menjadi alat dari Partai Kongres [Indian National Congress]. Ini telah mengakibatkan perpecahan Partai Komunis India (Maois) dari Partai Komunis India. Sekarang Partai Komunis India dan Partai Komunis India (Maois) memiliki kebijakan reformis yang sama. Perpecahan perang gerilya yang dipimpin oleh kaum Naxalite di beberapa negara bagian India adalah sebuah reaksi keputus-asaan melawan kebijakan kolaborasi-kelas dari para pemimpin Partai-Partai Komunis.

Kaum proletar India adalah sebuah kekuatan yang besar. Di periode terakhir, sudah ada pemogokan-pemogokan. Di dalam Partai-Partai Komunis ada gejolak kekecewaan. Anggota-anggota kelas pekerja mempercayai sosialisme dan komunisme, dan tidak senang dengan kebijakan para pemimpin mereka. Sebuah tendensi Marxis akan dapat segera memenangkan dukungan di antara kaum buruh dan muda dari Partai-Partai Komunis. Ini ada di agenda dalam hari depan yang dekat.

Di Pakistan, pemilihan pemerintah PPP [Partai Rakyat Pakistan] di bawah kondisi krisis merepresentasikan sebuah tahapan baru. Situasi di negara ini sangat buruk: kenaikan harga-harga, pengganguran, kemiskinan, kekurangan listrik, air, dan gas, PHK, privatisasi, dan faktor-faktor lain telah menciptakan satu situasi bagi kelas pekerja yang tidak ada preseden dalam sejarah Pakistan.

Para pemimpin PPP, dengan mendasarkan diri mereka pada kapitalisme Pakistan yang bangkrut, terpaksa memulai serangkaian serangan terhadap kelas pekerja. Untuk membuat masalah lebih parah, Zardari menjanjikan Amerika kepatuhan penuh yang bahkan Musharraf tidak mampu berikan. Rejim ini telah memberikan dukungan buta dan penuh kepada agresi imperialis yang telah membunuh ribuan rakyat di Afghanistan dan Pakistan.

Peran dari kamerad-kamerad kita di Pakistan sangatlah penting. Kaum Marxis Pakistan telah berhasil membangun sebuah kekuatan yang lumayan kuat tetapi penting di bawah kondisi yang paling sulit. Adalah sebuah pencapaian yang luar biasa bahwa di sebuah negara Islam yang miskin dan terbelakang kekuatan Marxisme telah membuat pencapaian yang menonjol. Kamerad-kamerad kita sedang bekerja di dalam kondisi yang sangat sulit dan berbahaya. Mereka menghadapi serangan dari berbagai sisi dan sedang berenang melawan arus. Tetapi arus ini sudah mulai berubah.

Kaum buruh dan tani Pakistan berpaling ke PPP setelah kembalinya Benazir Bhutto. Mereka memberikan suara mereka ke PPP dengan harapan akan sebuah perubahan. Tetapi harapan mereka telah terkhianati. Anggota buruh dan tani PPP juga bereaksi melawan kebijakan-kebijakan kanan dari Zardari dan kepemimpinan PPP. Situasi ini sepenuhnya mengkonfirmasikan perspektif kita untuk PPP. Kaum buruh harus melalui sekolah Zardari terlebih dahulu untuk mempelajari watak sesungguhnya dari para pemimpin PPP ini. Dan mereka belajar dengan cepat.

Keretakan-keretakan sudah mulai terlihat di dalam PPP yang akan melebar dengan jalannya waktu dan pengalaman. Kita tidak punya niat untuk mencampakkan PPP, tetapi akan menjadi fatal bila kita terlihat mendukung kebijakan anti-kelas-pekerja dari Zardari, yang mengasingkan massa rakyat dan mempersiapkan jalan untuk kembalinya reaksi. Posisi kita adalah posisinya Lenin: “menjelaskan dengan sabar”. Ini akan menarik semakin banyak orang ke ideologi revolusioner kita.

Kamerad-kamerad di Pakistan telah tetap teguh di hadapan tekanan-tekanan yang besar. Ini adalah bukti bahwa kita telah membangun sebuah kekuatan revolusioner yang sehat, yang mampu melawan dan mengalahkan elemen-elemen oportunis dan ultra-kiri, dan melakukan kerja yang serius di antara massa. Di periode yang mendatang, mereka akan memiliki kesempatan untuk menjadi kekuatan yang menentukan, bukan hanya di Pakistan tetapi juga di seluruh sub-benua. Sebuah revolusi di Pakistan akan segera menyebar ke India, merubuhkan perbatasan artifisial yang memisahkan rakyat yang berbicara bahasa-bahasa yang sama dan memiliki sebuah sejarah dan kebudayaan bersama selama ribuan tahun.

Iran

Di Iran, masuknya rakyat ke dalam panggung politik menandakan bahwa revolusi telah dimulai. Fakta ini jelas bagi jutaan rakyat yang turun ke jalan untuk melawan Basij [milisi para-militer reaksioner Iran – Ed.] selama berbulan-bulan. Kendati represi brutal, ada satu juta atau mungkin dua juta rakyat di jalan-jalan Tehran setelah pemilu bulan Juni. Ini adalah sebuah gerakan revolusioner yang luar biasa. Ini adalah jawaban akhir bagi para penakut dan skeptis, orang-orang sinis, mantan-mantan Marxis, mantan-mantan komunis, dan semua lainnya yang meragukan kemungkinan gerakan revolusioner di epos masa kini.

Dari tulisan Lenin dan Trotsky kita dapat melihat apa itu situasi revolusioner. Di “Kegagalan Internasionale Kedua” (1916) Lenin menjelaskan:

“Bagi kaum Marxis tidaklah dapat disangkal bahwa sebuah revolusi mustahil tanpa sebuah situasi revolusioner; terlebih lagi, tidak setiap situasi revolusioner dapat menuju ke revolusi. Secara umum, apa gejala-gejala dari sebuah situasi revolusioner? Kita pasti tidak keliru bilan kita mengindikasikan tiga gejala besar berikut ini: (1) ketika menjadi mustahil bagi kelas penguasa untuk mempertahankan kekuasaan mereka tanpa perubahan; ketika ada sebuah krisis, dalam satu bentuk atau yang lainnya, di antara “kelas-kelas atas”, sebuah krisis di dalam kebijakan kelas penguasa, yang kemudian menyebabkan sebuah keretakan dimana kekecewaan dan kemarahan kelas-kelas yang tertindas meledak. Untuk terjadinya sebuah revolusi, tidaklah cukup bagi “kelas-kelas bawah untuk tidak ingin” hidup dalam cara yang lama, juga diperlukan “kelas-kelas atas tidak dapat” hidup dalam cara yang lama; (2) ketika penderitaan dan kemiskinan kelas-kelas yang tertindas telah tumbuh menjadi lebih akut daripada sebelumnya; (3) ketika, sebagai sebuah konsekuensi dari sebab-sebab di atas, ada peningkatan aktivitas massa yang besar, yang tanpa mengeluh membiarkan diri mereka dirampok “masa damainnya”, tetapi, di waktu-waktu yang penuh gejolak, terdorong oleh situasi krisis dan “kelas-kelas atas” untuk melakukan aksi historis yang independen.

“Tanpa perubahan-perubahan objektif ini, yang independen dari kehendak bukan hanya grup-grup ataupun partai-partai secara individual tetapi bahkan kelas-kelas secara individual, sebuah revolusi, sebagai satu aturan umum, adalah mustahil. Totalitas dari semua perubahan objektif ini disebut situasi revolusioner. Situasi seperti ini ada pada tahun 1905 di Rusia, dan di semua periode revolusioner di Barat; ia juga eksis di Jerman pada tahun 60an abad yang lalu, dan di Rusia pada tahun 1859-61 dan 1879-80, walaupun tidak ada revolusi yang terjadi pada saat itu. Mengapa? Karena tidak semua situasi revolusioner menjadi revolusi; revolusi hanya terjadi bila perubahan-perubahan objektif di atas disertai dengan sebuah perubahan subjektif, yakni, kemampuan kelas revolusioner untuk mengambil aksi massa revolusioner yang cukup kuat untuk menghancurkan (atau menyingkirkan) pemerintahan yang lama, yang tidak pernah, bahkan di dalam sebuah periode krisis, “jatuh”, bila ia tidak ditumbangkan.

“Inilah pandangan Marxis mengenai revolusi, pandangan yang telah dikembangkan berkali-kali, yang telah diterima tanpa keraguan oleh semua Marxism, dan bagi kita, kaum Marxis Rusia, telah dikonfirmasikan dalam cara yang sangat meyakinkan oleh pengalaman 1905.”

Bahkan dengan munculnya sebuah revolusi (yang merupakan sebuah produk dari perjuangan kelas) tidak ada jaminan bahwa ini akan menjadi revolusi yang berjaya. Pada tahun 1979 kita menyaksikan munculnya sebuah revolusi yang luar biasa di Iran. Bahkan ada pembentukan Soviet-soviet. Di Nikaragua ada sebuah revolusi dengan kemenangan Front Sandinista. Tetapi dalam kedua kasus ini kita tidak menyaksikan kemenangan revolusi proletarian dalam arti ekspropriasi kapitali. Di Iran revolusi ini diremukkan oleh pembentukan rejim reaksioner Ayatollah, dan di Nikaragua kita menyaksikan pembentukan sebuah Front Popular dan kemudian sebuah pemerintahan borjuis yang akhirnya membawa kemenangan sayap kanan.

Trotsky pada tahun 1940, dalam “Emergency Manifesto” menjelaskan syarat-syarat yang diperlukan untuk kemenangan proletariat:

“Kondisi-kondisi utama untuk kejayaan revolusi proletar telah ditentukan oleh pengalaman sejarah dan dijernihkan secara teoritis: (1) kebuntuan kaum borjuis dan sebagai akibatnya kebingungan di antara kelas penguasa; (2) kekecewaan yang tajam dan keinginan untuk perubahan mendasar di antara barisan kelas borjuis kecil, yang tanpa dukungan mereka kelas borjuis besar tidak dapat mempertahankan dirinya; (3) kesadaran akan situasi yang tidak tertahankan dan kesiapan untuk aksi-aksi revolusioner dari barisan proletar; (4) sebuah program yang jelas dan kepemimpinan yang teguh dari kaum pelopor proletar – ini adalah empat kondisi untuk kemenangan revolusi proletar.” (Manifesto of the Fourth International on Imperialist War and the Proletarian Revolution”)

Dalam kutipan yang konkrit ini, Lenin menggunakan terma “revolusi” dalam artian  revolusi atau pemberontakan yang berjaya. Biasanya, kita sebagai kaum Marxis mengikuti para raksasa (Marxisme) dan memilih untuk menggunakan terma “revolusi” sebagai sinonim dengan “proses revolusioner” atau, seperti yang Lenin ekspresikan dalam kutipan ini, sebagai sinonim dengan “situasi revolusioner”. Maka dari itu kita berbicara mengenai Revolusi Rusia sebagai sebuah periode yang mencakup peristiwa-peristiwa antara Februari dan Oktober 1917; atau Revolusi Spanyol sebagai periode antara April 1931 dan Mei 1937.

Rejim di Iran pecah dari atas hingga bawah. Untuk poin ke dua, kelas menengah tidak bimbang, tetapi berpihak ke revolusi. Ada sedikit partisipasi dari kaum buruh, seperti para supir bus Teheran. Bahkan ada perbincangan mengenai pemogokan umum, tetapi ini gagal terrealisasi, karena absennya faktor yang terakhir: sebuah partai dan kepemimpinan revolusioner.

Ada dua kelemahan fatal di dalam gerakan yang spontan ini. Pertama adalah kelemahan dari spontanitas ini. Tidak ada kepemimpinan, tidak ada rencana, tidak ada strategi. Mustahil untuk mempertahankan rakyat di jalan tanpa sebuah rencana yang matang.

Terutama, tidak ada partisipasi terorganisir dari buruh. Ini adalah kelemahan kedua dan yang menentukan. Ini sekali lagi menunjukkan keterbatasan dari para pemimpin buruh Iran. Sudah ada banyak pemogokan di Iran di periode terakhir, tetapi pada momen yang menentukan, dimana kepemimpinan ini? Sayangnya, apa yang disebut kaum pelopor buruh gagal untuk mendukung gerakan ini dan tidak menyerukan buruh untuk bergabung.

Pada tahun 1930, ada demonstrasi mahasiswa yang besar, Trotsky menekankan bahwa kaum buruh dan kaum Komunis Spanyol harus mendukung demonstrasi-demonstrasi ini dan mengedepankan tuntutan-tuntutan demokratik revolusioner. Sayangnya, di Iran, para pemimpin buruh memboikot pemilu dan memboikot gerakan ini. Sebuah pemogokan umum tanpa batas akan bisa mengakhiri rejim ini, terutama bila ini disertai dengan pembentukan shora (dewan-dewan buruh). Tetapi tuntutan ini tidak pernah dikonkritkan, dan sebuah kesempatan hilang.

Di atas permukaan, tampak bahwa rejim Iran telah berhasil mengambil kembali kendali setelah demonstrasi-demonstrasi Juni, tetapi ini tidak benar. Tidak ada yang terselesaikan dan perpecahan di dalam rejim semakin mendalam. Kritik publik dari Rafsanjani [Rafsanjani adalah mantan presiden Iran dari tahun 1898-1997] adalah satu hal; perpecahan antara ayatollah adalah hal yang lain. Demonstrasi-demonstrasi terus berlanjut dengan kekuatan yang baru pada bulan September (Hari Quds), dan di Nopember dan Desember, dimana mereka berkulminasi dengan kebangkitan massa selama Ashura.

Rakyat Iran telah menunjukkan keberanian yang besar, bentrok dengan polisi, tentara dan Basij di jalan-jalan. Mereka melakukan ofensif, menyerang gedung-gedung Basij. Ada beberapa kasus dimana tentara tidak mematuhi perintah dari atasan mereka untuk menembaki para demonstran.

Tentu saja akan menjadi satu kesalahan bila kita membingungkan bulan pertama kehamilan dengan bulan kesembilan, tetapi akan menjadi satu kesalahan yang lebih besar bila kita menyangkal bahwa kehamilan telah terjadi. Walaupun apa yang sudah terjadi, beberapa “Marxis” terus menyangkal bahwa ada sebuah revolusi di Iran. Beberapa, seperti James Petras, membuat kesalahan kecil membingungkan revolusi dengan konter-revolusi. Dengan orang-orang semacam ini, mustahil untuk berdebat. Yang lain tidak begitu parah, tetapi tetap menyangkal bahwa ada revolusi di Iran karena kelas pekerja dan kaum Marxis tidak memimpin gerakan ini. Mereka bertikai dan berdebat mengenai detil-detil kecil penggunaan kata-kata dan frase-frase secara dogmatis. Tetapi bagi massa tidak ada keraguan sama sekali bahwa yang sedang terjadi di Iran adalah sebuah revolusi.

Untuk memimpin massa, kita perlu menunjukkan bahwa kita mengerti karakter sesungguhnya dari gerakan ini, yang pada tahapan awalnya pasti akan berkarakter heterogen, penuh kebingungan, dan naif secara politik. Di Iran, revolusi masih ada di fase awal ilusi demokratis. Tetapi bagaimana mungkin tidak setelah tiga dekade kediktaturan yang kejam? Kecuali kalau kaum Marxis bisa berhubungan dengan gerakan yang riil, menggunakan secara baik slogan-slogan demokratis revolusioner, mereka akan terkutuk ke dalam peran sekte yang tidak relevan yang mengomentari gerakan dari luar.

Ketika kita mengatakan bahwa revolusi telah dimulai, ini tidak berarti bahwa buruh akan merebut kekuasaan besok Senin pada jam sembilan pagi. Sebaliknya, karena absennya faktor subjektif, proses ini bisa berkepanjangan, dengan banyak maju dan mundur. Seperti di Spanyol pada tahun 1930an, ketika revolusi berlangsung lebih dari 7 tahun, periode aktivitas intens akan diikuti periode keletihan, kekecewaan, dan bahkan reaksi. Tetapi periode-periode ini hanyalah awal dari gerakan massa yang baru dan lebih eksplosif.

Ketika Iran mendekati revolusi pada akhir 1970an, Shah Mohammad Reza Pahlavi berayun-ayun dari konsiliasi dan represi brutal, tetapi tidak ada yang bisa menyelamatkan rejimnya. Sekarang Khamenei sang Pemimpin Agung ada di posisi yang serupa.

Mir Hosein Mousavi terus mencoba meraih perjanjian, tetapi semua tawaran konsiliasi dia diabaikan. Sang Pemimpin Agung telah memberitahu kepada semua orang bahwa satu-satunya harapan untuk pengampunan adalah untuk bertobat dan meminta belas kasihan kepadanya. Beberapa orang mungkin siap melakukan ini, tetapi mereka merasakan nafas panas Revolusi di leher mereka.

Para pemimpin yang lebih cerdas sangat gusar dengan ketidakfleksibelan sang pemimpin agung. Mereka menganjurkan konsensi atas nama kesatuan nasional. Beberapa kali semenjak Juni, politisi-politisi konservatif dan para ulama telah mengajukan kebijakan-kebijakan seperti membebaskan tahanan-tahanan politik, membentuk komisi pemilu yang imparsial, dan mendorong monopoli penyiaran negara untuk mengurangi bias mereka. Tetapi semua ini sia-sia. Khamenei telah menolak semua ini.

Sekarang lima kaum intelektual ternama yang ada di pengasingan (Abdolkarim Soroush, Mohsen Kadivar, Ataollah Mohajerani, Akbar Ganji and Abdolali Bazargan) telah mengeluarkan sebuah manifesto yang menyerukan diangkatnya larangan-larangan terhadap aktivitas politik, akamedik, dan media; dan kembalinya Tentara Revolusioner ke barak. Manifesto itu juga menganjurkan bahwa Pemimpin Agung harus dipilih untuk jangka waktu yang terbatas dan kehilangan kemampuannya untuk memveto legislasi parlemen melalui Dewan Pelindung, dan untuk memilih hakim utama negara. Pendeknya mereka secara sopan meminta setan untuk memotong cakarnya.

Ini tidak akan mempengaruhi sebuah rejim yang masih memiliki sebuah aparatus penindas yang kuat. Pemakaman Ayatollah Hosein Ali Montazeri baru-baru ini menunjukkan bahwa gerakan massa revolusioner masihlah hidup dan tidak bermaksud berkompromi sama sekali. Slogan-slogannya lebih radikal daripada sebelumnya, yang menandai kenaikan kesadaran. The Economist (7 Jan 2010) melaporkan:

“Pada 21 Desember, yakni pada hari pemakaman, ribuan penduduk kelas menengah Tehran berkumpul di kota suci Qom, pusat dari konservatisme ulama. Di jalan-jalan di luar kuil suci Qom mereka bergabung dengan ribuan rakyat Iran tradisional, pengikut setia ajaran Montazeri, dan meneriakkan sumpah serapah terhadap para pemimpin Republik Islam. ‘Ini adalah hari yang besar untuk kota ini,’ komentar salah seorang saksi mata. ‘Orang-orang tidak percaya kalau mereka mendengar slogan-slogan seperti itu diteriakkan  - di Qom dari semua tempat’.”

Para demonstran menderita korban yang besar – setidaknya delapan orang mati dan lebih banyak lagi terluka dan ditangkap – tetapi semua represi ini belum mematahkan semangat rakyat. Sebaliknya, banyak laporan mengenai para demonstran yang merespon serangan Basij dengan kekerasan, dan meneriakkan slogan melawan Khamenei. Hilang sudah semua perbincangan mengenai anti-kekerasan. Gerakan ini menjadi semakin radikal. Seiring hilangnya rasa takut di antara massa, juga ada tanda-tanda keretakan di dalam aparatus represi negara. Ada laporan mengenai tentara yang menolak menembaki massa.

Mousavi mencoba mencapai sebuah perjanjian dengan rejim guna menghentikan gerakan ini. Dia telah mundur dari pernyataan dia bahwa pemerintah Ahmadinejad adalah ilegal, dan mengatakan bahwa “tidak semua tuntutan kaum oposisi harus dipenuhi sekaligus”. Tetapi ini tidak mengesankan Pemimpin Agung sama sekali. Pada 30 Desember pemerintah mengorganisir sebuah demonstrasi konter di Tehran pusat, dimana massa demonstran menuntut tuan Mousavi dan pendukung-pendukungnya dieksekusi karena “melawan Tuhan”. Ulama-ulama reaksioner dan koran-koran konservatif menuntut Mousavi dan Karroubi untuk dieksekusi. Satu-satunya alasan mengapa Khamenei belum setuju untuk menangkapi mereka adalah karena dia takut ini akan mengubah mereka menjadi martir dan memprovokasi pemberontakan yang baru dan lebih penuh kekerasan.

Pada kenyataannya, para pemimpin borjuis dari pihak oposisi adalah harapan keselamatan terbaik untuk rejim ini. Pada minggu pertama Januari Ezzatolah Sahabi, seorang kritikus terhadap rejim, mengisukan sebuah surat terbuka dimana dia memperingatkan gerakan ini untuk tidak tergelincir ke “radikalisme dan kekerasan”. “Sebuah revolusi di Iran hari ini,” tulisnya, “tidaklah mungkin dan tidak baik.” Bila ulama-ulama moderat dan konservatif dipaksa memilih antara sebuah revolusi dan status quo, dia memprediksikan, mereka akan memilih kestabilan. Tidak diragukan lagi kalau dia mengatakan yang sebenarnya. Tetapi kenyataan bahwa kaum “moderat” dan “konservatif” semua takut pada gerakan revolusioner bukanlah sesuatu yang baru, dan ini tidak akan menghentikan gerakan.

Pada tanggal 11 Februari, pada perayaan resmi ulang tahun revolusi 1979, kita akan melihat sebuah gebrakan baru dari gerakan, ketika ratusan ribu orang akan turun ke jalan lagi. Khamenei tidak akan mundur. Seperti yang dikatakan oleh The Economist secara tepat:

“Untuk memberikan konsesi di bawah tekanan, menurut ayatollah, adalah tanda kurangnya kebijaksanaan daripada kelemahan. Jadi dia membatasi dirinya dengan seruan lemah mengenai persatuan nasional, bahkan ketika Basij memukul kepala kaum oposisi dan para penjaga penjara meraih reputasi buruh sebagai pemerkosa dan penyiksa.”

Tetapi artikel yang sama menambahkan:

“Setelah bercokol lebih dari dua dekade di atas hirarki kekuasaan Iran, Mr. Khamenei sekarang semakin kelihatan tidak tenteram. Dengan menolak untuk mengadakan pemilu ulang setelah pemilu Juni, dia mengalihkan ke dirinya sendiri banyak kemarahan yang diarahkan ke presidennya. Beberapa bulan yang lalu, tidak ada penduduk Tehran yang berani membisikkan “Matilah Khamenei”. Sekarang slogan itu telah menjadi umum.” (The Economist, 7 Januari 2010)

Penumbangan rejim ini mungkin akan tertunda selama 6 bulan, 12 bulan, atau bahkan lebih lama. Tetapi ini adalah tak terelakkan. Dan ini akan membuka sebuah periode yang penuh badai di Iran. Penumbangan rejim mullah akan memiliki pengaruh yang dalam di semua negara dalam wilayah ini dan selebihnya. Di bawah kondisi ini, kita perlu memperjuangkan tuntutan-tuntutan demokratik yang paling maju. Tetapi mereka harus disimpulkan dengan slogan pemogokan umum nasional dan pembentukan shora (soviet). Dengan basis ini, rejim ini akan habis, dan pondasi akan dipersiapkan untuk transfer kekuasaan kepada kelas pekerja.

Kita tidak bisa tahu dengan pasti apa watak rejim yang akan datang. Adalah mungkin bahwa pada tahap awal rejim ini akan bersifat borjuis-demokratik – seperti di Rusia setelah Revolusi Februari pada tahun 1917 atau di Spanyol setelah jatuhnya Monarki pada tahun 1931. Tetapi kita bisa yakin bahwa tidak akan ada rejim Islam fundamentalis lagi di Iran. Revolusi Iran akan memotong semua kegilaan fundamentalisme yang ada di Timur Tengah. Ini akan mengubah situasi di Pakistan dan Afghanistan, dan memiliki sebuah pengaruh yang besar di India, Pakistan, dan seluruh Asia. Rejim-rejim seperti Mesir, Jordan, dan Arab Saudi akan jatuh satu persatu.

Gagasan-gagasan IMT telah memiliki gaung di dalam Iran. Artikel-artikel kita telah diterjemahkan ke dalam bahasa Farsi, dan didistribusikan dengan cepat di Iran, dan menurut laporan kami, mereka direspon dengan baik. Kita harus mendiskusikan masalah-masalah dan perspektif-perspektif revolusi Iran sebagai satu urgensi guna memformulasikan slogan-slogan, program, dan taktik yang tepat, guna mempersiapkan sebuah intervensi di gejolak-gejolak yang akan datang.

VI. Revolusi Amerika Latin

Kita telah mendiskusikan Amerika Latin secara luas di dokumen-dokumen sebelumnya. Amerika Latin tetap merupakan sektor kunci dalam revolusi dunia. Apapun yang dikatakan oleh politisi-politisi borjuis dan reformis, jauh dari imun terhadap resesi dunia, Amerika Latin telah terpukul terutama secara besar. Di satu pihak, jatuhnya harga-harga bahan mentah dan minyak telah mempengaruhi negara-negara di wilayah tersebut, yang kebanyakan bergantung padanya. Ekspor tambang dan minyak di seluruh wilayah tersebut anjlok 50,7% di semester pertama 2009.

Resesi di AS dan Eropa juga telah mempengaruhi kiriman uang (remitan) oleh pekerja migran Amerika Latin yang di beberapa negara (Honduras, Nikaragua, Meksiko, Ekuador, Bolivia, Peru, dsb.) merupakan porsi besar di dalam PDB. Di 10 bulan pertama tahun 2009, jumlah remitan ke Meksiko jatuh 16,5% dan di Kolombia 17,5%, dengan El Salvador dan Guatemala jatuh sebesar 10%. Akhirnya, krisis kredit sedunia telah menyebabkan anjloknya Investasi Asing Langsung, dimana badan ekonomi regional CEPAL memperkirakan ini sebesar 45% dibandingkan tahun 2008.

Meksiko dan Amerika Tengah juga telah membayar harga yang mahal untuk integrasi ekonomi mereka dengan ekonomi AS, menderita lebih banyak daripada negara-negara yang memiliki lebih banyak hubungan dagang dengan Uni Eropa dan Tiongkok. Ekonomi dari benua ini secara keseluruhan jatuh sebesar 2,1% pada tahun 2009, dangan negara-negara seperti Meksiko (-7%) dan Venezuela (-2,9%) di antara yang paling parah. Tetapi bahkan setelah negara-negara ini pulih dari resesi pada tahun 2010, jumlah orang miskin akan terus tumbuh sebesar 39 juta. Ini adalah latar belakang eksplosif untuk revolusi di Amerika Latin yang sedang berkembang.

Venezuela

Selama dekade terakhir, lebih dari satu kali kaum buruh sudah bisa merebut kekuasaan di Venezuela. Masalahnya adalah kepemimpinan. Chavez adalah seorang yang pemberani dan jujur, tetapi dia bergerak secara empirikal, berimprovisasi dan membuat program sembari jalan. Dia mencoba menyeimbangkan kelas pekerja dan kaum borjuasi. Dan ini tidak bisa berlangsung selamanya.

Lenin menjelaskan bahwa politik adalah ekonomi yang terkonsentrasi. Chavez mampu memberikan konsesi, reforma-reforma, misi-misi sosial, dsb. untuk waktu yang cukup lama karena situasi ekonomi. Harga minyak yang tinggi memungkinkan dia untuk melakukan ini. Tetapi sekarang ini sudah berakhir. Harga minyak telah jatuh secara dramatik, walaupun ini telah pulih sedikit. Inflasi adalah sekitar 30%. Oleh karenanya ada penurunan upah riil. Banyak skema-skema jaminan sosial yang harus dipangkas dan pengangguran meningkat.

Tidak diragukan kalau kaum buruh Venezuela masih setia pada Chavez, tetapi juga tidak diragukan kalau banyak buruh, walaupun setia, semakin menjadi tidak sabar. Mereka bertanya: revolusi macam apa ini? Sosialisme macam apa ini? Apakah kita akan menyelesaikan masalah-masalah ini atau tidak? Ancaman konter-revolusi belumlah menghilang. Oposisi konter-revolusi sedang mempersiapkan sebuah ofensif baru untuk memenangkan mayoritas di Majelis Nasional pada tahun 2010. Bila mereka berhasil, atau bila mereka memenangkan sejumlah besar kursi, jalan akan terbuka untuk sebuah ofensif konter-revolusioner yang baru.

Fakta yang paling menonjol mengenai Revolusi Venezuela adalah ketidakmampuan para imperialis untuk mengintervensi secara langsung. Di masa lalu, mereka sudah pasti akan mengirim pasukan angkatan laut untuk menumbangkan Chavez. Tetapi mereka belum mampu mengintervensi secara langsung. Dengan cara yang sama, imperialisme Inggris terpaksa melepaskan kendali militer-birokratiknya dari koloni-koloninya karena biaya yang tinggi, secara finansial dan politis. Sebagaimana hal biaya okupasi Iraq dan Afghanista telah menyedot sumber daya AS. Sebuah aksi militer langsung melawan Venezuela oleh karenanya tampak mustahil sampai AS menarik mundur tentaranya dari negara-negara ini. Akan tetapi, ini tidak menihilkan intervensi proxi dari Kolombia yang disponsor oleh AS, yang telah meluncurkan kampanye terus-menerus untuk melemahkan, mengisolasi, dan menghancurkan Revolusi Bolivarian. Kekalahan kudeta 2002 disebabkan oleh intervensi massa.

Washington sedang bermanuver dengan Uribe untuk mengancam Venezuela. Perjanjian dimana Kolombia memberikan kepada AS akses ke tujuh pangkalan militer adalah sebuah aksi agresi terhadap Revolusi Venezuela. Ancaman eksternal dari Kolombia adalah nyata. Tetapi yang lebih serius adalah ancaman dari dalam. Kaum borjuasi masih memegang di tangannya titik-titik kunci ekonomi. Sepuluh bank masih mengendalikan 70% aktivitas finansial. Kebanyakan tanah masih ada di tangan tuan tanah besar, sedangkan 70% bahan makanan masih diimpor (dengan inflasi). Terutama, pemerintah masih ada di tangan birokrasi konter-revolusioner. Setelah lebih dari satu dekade, ada tanda-tanda keletihan dan kekecewaan di antara massa. Ini adalah elemen yang paling berbahaya.

Di Kongres Luar Biasa Pertama PSUV (Partai Persatuan Sosialis Venezuela), Chavez mengakui hal-hal ini dan menyatakan bahwa “sosialisme belumlah tercapai”. Dia menyerukan penghapusan kapitalisme secara total, penyenjataan rakyat dan milisi buruh. Semua ini diperlukan, tetapi bila ini hanya tinggal pidato saja, ini tidak akan menuju kemana-mana. Kenyataannya adalah bahwa birokrasi sedang secara sistematik melemahkan Revolusi dari dalam. Gerakan menuju kontrol buruh sedang secara sistematis disabotase, dan buruh-buruh yang berusaha berjuang melawan birokrasi sedang diserang, seperti yang kita lihat dalam kasus Mitsubishi. Situasi ini menghasilkan sebuah gejolak ketidakpuasan dan kekecewaan yang merupakan bahaya terbesar dari semuanya. Bila suasana hati ini terekspresikan dalam apati dan abstensi di pemilu-pemilu, ini akan menyiapkan sebuah konter-ofensif ke kanan.

Di Venezuela kelas buruh memisahkan diri mereka dari partai-partai borjuis dan melempar dirinya, di atas basis seruan Chavez, ke dalam usaha untum membangun partainya sendiri, sebuah partai kelas, PSUV. Partai ini, yang masa depannya belum ditentukan, dilahirkan di tengah sebuah revolusi, dan massa rakyat mengambilnya sebagai sebuah usaha untuk membangun apa yang kita sebuah partai buruh yang independen.

PSUV dilahirkan, dengan cara yang penuh kebingungan, dengan impuls kelas, dan di tengahnya ada perjuangan antara mereka yang ingin membangun sebuah partai kelas dan mereka yang ingin melihat PSUV hanya sebagai partai yang menjaga ketertiban, yang mewakilkan keinginan mereka sebagai sebuah klik dan orde kapitalis. Tugas utama dari kaum Marxis di revolusi Venezuela adalah untuk membantu mencapai hasil yang paling positif dari perjuangan ini, menjadi sebuah faksi Marxis dari partai ini dan membangunnya dengan penuh semangat, membantu elemen-elemen yang paling serius di dalamnya untuk meraih mayoritas di partai, menendang keluar para birokrat dan memperdalam revolusi proletar yang sedang terjadi.

Kita harus memberikan perhatian lebih banyak pada kerja kita di dalam PSUV, yang saat ini adalah ada di pusat masalah Revolusi. Kita harus mengakui secara jujur bahwa kepemimpinan dari seksi Venezuela belum memberikan perhatian yang cukup pada kerja ini, dan sebagai akibatnya kita kehilangan banyak kesempatan. Ini adalah satu kesalahan yang sangat serius, yang harus diperbaiki segera. Kerja serikat buruh sangat penting, tetapi ini harus diberikan ekspresi politik. Kerja kita di pabrik-pabrik yang diokupasi tetap adalah masalah yang kunci, tetapi ini akan menjadi sia-sia bila tidak dihubungkan dengan perjuangan untuk mentransformasi PSUV.

Kaum Marxis Venezuela harus menggabungkan keteguhan teoritis dengan fleksibilitas taktik yang dibutuhkan, selalu menekankan peran gerakan Bolivarian dan PSUV. Bila kita bekerja dengan tepat di tahun-tahun ke depan, pondasi untuk oposisi kiri massa akan terbentuk di dalam PSUV, dimana kita akan berpartisipasi dan memupukinya dengan ide-ide Marxisme. Ini adalah satu-satunya cara untuk membangun sebuah tendensi Marxis massa di Venezuela, sebagai langkah pertama menuju sebuah partai Marxis massa revolusioner di hari depan.

Meksiko, Kuba, dan Amerika Tengah

Ada sebuah krisis ekonomi yang serius di Meksiko. Seluruh Meksiko bergantung pada para imigran yang bekerja di Amerika Serikat, yang remitannya telah anjlok karena krisis. Kaum borjuasi tidak bisa mentolerir keberadaan reforma-reforma dan konsensi-konsesi yang mereka berikan di masa lalu. Tetapi tidak ada alternatif bagi massa selain mengambil jalan perjuangan

Serangan terhadap serikat buruh listrik adalah satu indikasi bagaimana kelas penguasa Meksiko berpikir. Mereka terdorong untuk menyerang taraf hidup, dan guna mencapai ini, mereka harus menghancurkan serikat-serikat buruh yang kuat di Meksiko. Ini ditunjukkan oleh penutupan Luz y Fuerza dan usaha untuk menghancurkan Serikat Buruh Listrik Meksiko yang kuat, yang menyebabkan ledakan gerakan massa dan Pemogokan Nasional pada bulan Oktober 2009.

Serangan dari pemerintahan PAN akan memprovokasi sebuah reaksi yang dapat membawa sebuah ledakan sosial seperti tahun 2006, atau bahkan dalam tingkatan yang lebih tinggi. Kita harus siap! PRD akan pulih kembali karena ketidakpopuleran pemerintahan Calderon. Partai ini ada di tangan sayap kanan, dan akan tergoncang oleh krisis-krisis internal dan perpecahan. Adalah mungkin kalau Lopez Obrador akan memutuskan untuk pecah dari PRD dan bergabung dengan PT (Partai Buruh). Kita harus fleksibel dalam taktik kita dan mengikuti peristiwa-peristiwa dengan seksama supaya bisa menjangkau kaum buruh termaju dengan ide-ide kita.

Nasib Revolusi Kuba terhubung secara langsung dengan perspektif revolusi sosialis di Amerika Latin. Setelah jatuhnya Uni Soviet, Kuba terisolasi dan ada di bawah tekanan, yang sekarang semakin besar. Selama Castro masih memimpin, mereka bisa menahan elemen-elemen pro-kapitalis dalam kendali dan mempertahankan situasi. Tetapi sekarang Kuba ada di dalam kesulitan-kesulitan yang serius. Krisis kapitalisme global telah memukul ekonomi Kuba, yang setelah jatuhnya Uni Soviet bergantung pada pasar dunia.

Ada bahaya jelas dalam mengambil kebijakan-kebijakan ekonomi, yang atas nama “efisiensi” dapat membuka jalan ke restorasi kapitalisme. Di persimpangan ini, revolusi Kuba harus diperkuat dengan membebaskan kekuatan kreativitas rakyat pekerja Kuba melalui keterlibatan penuh mereka dalam menjalankan masyarakat dan ekonomi.

Ini menunjukkan keterbatasan dari “sosialisme di satu negara”. Isolasi revolusi adalah sumber birokratisasi dan juga tendensi-tendensi pro-kapitalis. Revolusi Kuba dihadapi oleh pilihan yang pahit: kapitalise ditumbangkan di Amerika Latin, atau tendensi menuju restorasi kapitalisme di Kuba akan menjadi lebih kuat.

Bila Revolusi Venezuela berhasil diselesaikan, maka situasi ini akan berubah. Situasi objektif untuk revolusi semakin cepat matang di Amerika Latin. Yang ada di Meksiko sekarang adalah bahkan lebih benar di Amerika Tengah, seperti yang telah kita saksikan di Honduras. Yang dibutuhkan adalah sebuah kepemimpinan revolusioner yang paham akan tujuannya dan bagaimana meraihnya.

Teori dua-tahap Stalinis telah gagal dimana-mana. Supaya bisa berhasil, revolusi tidak bisa berhenti di batas kepemilikan pribadi. Dimulai dari tugas-tugas nasional-demokratik (perjuangan melawan imperialisme dan oligarki, revolusi agraria), revolusi harus melaksanakan ekspropriasi bank-bank dan industri besar, yang merupakan agen-agen lokal dari imperialisme dan pusat konter revolusi. Terakhir namun juga penting, revolusi ini tidak boleh berhenti di perbatasan nasional, yang sebenarnya hanyalah artifisial, terutama di Amerika Tengah.

Di El Salvador, dimana revolusi sosialis dapat dilaksanakan dengan sehat di masa lalu, tetapi dikhianati oleh kebijakan-kebijakan keliru dari kepemimpinan, gerakan revolusioner sekarang sedang memasuki tahapan yang baru. Suara untuk FMLN adalah ekspresi dari kemarahan rakyat. Pemilihan untuk pertama kalinya pemerintahan FMLN di dalam sejarah El Salvador menunjukkan sebuah hasrat mendalam dari rakyat untuk perubahan radikal. Tetapi para pemimpin reformis tidak memiliki solusi untuk krisis ini, yang hanya bisa diselesaikan dengan cara revolusioner, melalui penyitaan tanah, bank, dan titik-titik kunci di dalam ekonomi.

Di Nikaragua, Guatemala atau El Salvador, krisis kapitalisme adalah sebuah bencana. Ketika buruh imigran di AS dipecat, mereka tidak dapat mengirim uang kembali ke keluarga mereka. Ini adalah sebuah bencana sosial untuk seluruh wilayah ini. Ini menjelaskan gejolak-gejolak di Honduras di mana permasalahan kekuasaan terpampang. Ada gejolak-gejolak serupa yang terjadi di semua negara di Amerika Tengah. Negara-negara ini terlalu lemah dan kecil untuk bersaing dengan ekonomi-ekonomi kapitalis yang kuat, terutama Amerika Utara yang mencekik mereka.

Krisis di AS telah menyebabkan anjloknya permintaan barang-barang dari wilayah ini, dan para buruh migran dari Amerika Tengah yang menyediakan tenaga kerja murah untuk ekonomi AS selama boom ekonomi adalah yang pertama dipecat dalam resesi. Anjloknya remitan dari buruh-buruh imigran ini merupakan bencana untuk Amerika Tengah.

Gerakan massa Honduras yang luar biasa, yang berlangsung selama lima bulan, tidak dapat dihentikan oleh represi, jam malam, dan pembunuhan. Situasi di Honduras adalah produk langsung dari situasi dunia yang menggabungkan revolusi dan konter-revolusi di sebuah ekonomi terbelakang yang didominasi oleh imperialisme. Tidak mampu mengembangkan ekonomi Honduras karena ketertundukan mereka pada imperialisme, kaum kapitalis lokal juga tidak mampu mengijinkan demokrasi sekecil apapun di negara tersebut. Tuntutan Majelis Konstituante, di mata rakyat, tampak sebagai sebuah cara untuk mengekspresikan diri mereka dan sebagai satu cara untuk menyelesaikan kebutuhan-kebutuhan mereka yang urgen. Perkembangan situasi di Honduras adalah sebuah demonstrasi dari kebenaran teori Revolusi Permanen dan program transisional. Ini menunjukkan potensi revolusioner besar yang ada di semua negara di Amerika Latin. Di hari-hari sebelum dan menyusul kembalinya Zelaya secara rahasia ke Honduras pada bulan September, rakyat dapat merebut kekuasaan dan menumbangkan kediktaturan dengan cara revolusioner. Akan tetapi, kebimbangan dari kepemimpinan Front Perlawanan dan Zelaya sendiri pada momen-momen yang penting berarti hilangnya kesempatan ini. Sekali lagi, masalah kepemimpinan adalah kunci. Namun, situasi ini belumlah terselesaikan, walaupun sekarang ini terkendali, dimana perlawanan rakyat mendorong situasi internasional yang dilalui oleh Amerika Latin.

Semua seksi kelas penguasa – termasuk Obama – tersatukan dalam ketakutan mereka akan penumbangan revolusioner rejim Honduras. Pada akhirnya, melalui trik, diplomasi dan penipuan, mereka semua mendapatkan apa yang mereka inginkan: kaum oligarki dan teman-teman mereka di Washington berhasil mendapatkan “legitimasi” untuk kudeta mereka melalui pemilu yang palsu. Secara tipikal, Obama mundur di bawah tekanan dari sayap kanan, menjatuhkan keberatan dia terhadap kudeta dan mengatakan bahwa pemilu ini mewakilkan “restorasi demokrasi”. Detil kecil ini mengungkapkan karakter Obama yang sesungguhnya dan kebijakan-kebijakan “progresifnya”, di dalam dan di luar negeri.

Apa yang terjadi di Honduras dapat terjadi setiap negara di Amerika Tengah. Peristiwa di Honduras menunjukkan bahwa Revolusi Amerika Tengah adalah sebuah proses tunggal yang tidak dapat terpisahkan. Akan tetapi, bahkan di atas basis yang sehat, negara-negara Amerika Tengah tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah mereka dalam isolasi. Bila revolusi ini ingin berhasil, Revolusi Amerika Tengah setidaknya harus terhubungkan dengan perspektif Revolusi Amerika Latin. Sebuah revolusi sosialis yang berhasil di salah satu negara ini akan memberikan sebuah dorongan yang kuat untuk revolusi sosialis, bukan hanya di Amerika Tengah dan Latin dan Karibia, tetapi juga di AS dan negara-negara kapitalis maju lainnya. Pada analisa terakhir, ini adalah satu-satunya jaminan untuk keberhasilannya.

Bolivia, Ekuador, dan Kolombia

Pemilihan kembali Evo Morales dengan suara yang meningkat menunjukkan dukungan yang besar dari massa untuk gerakan revolusioner. Pemerintah yang baru ini akan berada di bawah tekanan besar untuk menyelesaikan semua permasalahan krusial: pekerjaan, tanah, layanan kesehatan, dan pendidikan, yang kesemuanya tidak akan dapat diselesaikan secara serius dalam batasan kapitalisme.

Ini telah membuka sebuah periode perjuangan kelas yang tajam di Bolivia, yang belum terselesaikan, seperti yang telah ditunjukkan oleh konflik baru-bari ini antara pemerintah dengan gerakan buruh dan penduduk asli [Indian Amerika], dimana MAS telah memobilisasi gerakan petani dan borjuis kecil urban yang mengakibatkan dilontarkannya ancaman-ancaman terhadap markas dari serikat guru di La Paz. Meliha karakter unik dari MAS dan perkembangan revolusi Bolivia, hasil pertama dari mobilisasi terakhir ini bukanlah pergeseran pemerintahan ke arah kiri tetapi justru memperkuat tendensi bonapartisnya, yang mana kelompok-kelompok sektarian dalam cara mereka yang impresionis membingungkan ini dengan fasisme. Gerakan buruh pada gilirannya terus terjebak antara sektarianisme dan oportunisme, yang termanifestasikan dalam usaha-usaha dari setiap serikat buruh untuk meraih, dengan cara yang korporatis, bagian kekuasaan mereka di dalam kabinet pemerintah. Perspektif Bolivia tergantung dari kemampuan kaum buruh yang paling maju untuk menarik kesimpulan yang diperlukan, yang pada gilirannya bertautan dengan kemampuan kaum Marxis Bolivia untuk membangun hubungan yang kuat dengan kaum pelopor dan meyakinkan mereka akan perlunya sebuah alternatif revolusioner.

Bila kaum buruh Venezuela berhasil merebut kekuasaan, ini akan memberikan efek yang luar biasa pada revolusi di Bolivia dan terutama pada kelas buruh Bolivia. Berhadapan dengan gerakan massa revolusioner, kaum imperialis tidak akan bisa mengintervensi. Sebaliknya, mereka akan menghadapi gerakan massa oposisi di negaranya sendiri, yang akan membuat protes Perang Vietnam tampak jinak dalam perbandingannya. Akan tetapi, bila langkah-langkan menentukan tidak diambil, dan rakyat mulai letih akan perjuangan bertahun-tahun tanpa hasil yang jelas, perimbangan kekuatan akan berubah.

Revolusi Venezuela memiliki pengaruh yang kuat pada negara-negara tetangga seperti Bolivia dan Ekuador. Ekuador telah menutup pangkalan-pangkalan militer AS dan sekarang kaum imperialis sedang membangun militer mereka di Kolombia, yang telah memberikan mereka tujuh pangkalan militer. Ini merupakan ancaman bahaya bagi Revolusi Venezuela. Pada satu hari di masa depan, Washington akan mencoba merancang sebuah peperangan antara Kolombia dan Venezuela. Namun ini adalah sebuah strategi yang beresiko.

Rakyat Venezuela akan melawan seperti harimau untuk membela Revolusi, dan rejim Kolombia akan mendapati dirinya bertarung di dua front dengan pembaharuan permusuhan dari para gerilyawan, dan juga oposisi dari buruh Kolombia. Tidaklah jelas kalau imperialisme dapat memenangkan perang semacam ini, dan sebuah kekalahan militer dapat berarti akhir kapitalisme, bukan hanya di Venezuela, Bolivia, dan Ekuador, tetapi di Kolombia juga.

Brazil

Brazil adalah negara terbesar di Amerika Selatan, dengan populasi sekitar 190 juta. Ia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan semenjak Perang Dunia Kedua, dan terutama dalam 30 tahun belakangan ini. Dengan ini juga telah tumbuh proletariat Brazil, yang berakibat terbentuknya organisasi-organisasi buruh yang kuat, terutama federasi serikat buruh CUT yang beranggotakan 7 juta buruh, dan partai buruh PT dengan lebih dari satu juta anggota.

Ekonomi Brazil yang sebesar 1,75 trilyun dolar adalah lebih besar daripada India dan Rusia, dan pendapatan per kapitanya hampir dua kali lebih besar daripada Tiongkok. Penemuan cadangan-cadangan minyak yang baru juga diharapkan akan membuat negara ini menjadi salah satu produsen minyak mentah terbesar di dunia. Investasi asing (45 milyar dolar pada tahun 2008) adalah 3 kali lipat dibandingkan satu dekade lalu.

Tahun lalu Brazil terpukul oleh resesi dunia, menderita penurunan singkat pada kuartal ke dua (sebuah resesi -0,2% pada tahun 2009), tetapi sekarang diprediksikan akan tumbuh lebih dari 5 persen tahun ini, menurut sebuah survei dari institusi ekonomi ternama yang diterbitkan bulan Februari.

Lula meraih kemenangan besar pada pemilihan presiden 2002, dan terpilih lagi pada tahun 2006, memperpanjang jabatannya sebagai presiden hingga 1 Januari 2011. Pada akhir tahun ini, Brazil akan kembali ke bilik suara. Lula telah menjadi presiden yang paling populer di dalam sejarah Brazil baru-baru ini, tetapi ia tidak akan bisa ikut pemilihan lagi karena hukum Brazil melarang dia untuk menjadi presiden tiga kali.

Lula telah memerintah selama satu periode kenaikan ekonomi yang panjang (ledakan pertumbuhan ekonomi terbesar di Brazil dalam 30 tahun terakhir). Semenjak 2008, 8,5 juta pekerjaan telah tercipta dan program-program seperti bantuan sembako untuk keluarga miskin (Bolsa Familia) telah diimplementasikan. Ini telah menguntungkan sejumlah besar keluarga dan juga menjelaskan mengapa tingkat kepopuleran dia telah mencapai 82%.

Pada saat yang sama dimana kebijakan-kebijakan Bank Dunia telah dicanangkan, Lula belum membatalkan privatisasi yang dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya dan juga serangan-serangan pada reforma-reforma sebelumnya. Dan pemerintahannya terus memprivatisasi jalan tol, dam listrik, hutan Amazon, jaminan sosial, dan layanan publik lainnya. Masih ada jurang yang besar antara orang kaya dan miskin. Kenyataannya, Brazil adalah sebuah negara dengan kontradiksi yang besar. Ia memiliki kota-kota moderen seperti Rio de Janeiro dan Sao Paulo, yang dapat dibandingkan dengan kota-kota di negara kapitalis maju, tetapi sepertiga populasinya tinggal di daerah kumuh (favela). Kontradiksi ini bahkan lebih besar ketika kita melihat kesenjangan antara daerah-daerah, dimana daerah Timur laut lebih mirip dengan kondisi kemiskinan “dunia ketiga”. Sebagian besar tanah dikontrol oleh latifundistas [tuan tanah besar] dan perusahaan kapitalis nasional dan multinasional. Ini telah menyebabkan lahirnya Gerakan Buruh Desa Tak Bertanah (MST) yang mengorganisir lima juta petani tak bertanah yang menuntut distribusi tanah.

Seperti yang dapat diharapkan, pemilihan Lula pada tahun 2002, dan pertumbuhan ekonomi dan reforma-reforma yang menyusul, telah memiliki efek sementara dalam mencapai sebuah perimbangan yang tidak stabil, semacam “perdamaian sosial”. Walaupun telah terjadi sejumlah pemogokan yang penting, secara umum tingkat konflik telah berkurang. Para buruh melihat pemerintah sekarang ini sebagai pemerintahan mereka. Ini adalah satu hal yang tidak dimengerti oleh kaum sektarian. Benar kalau partai ini telah terbirokratisasi, tetapi PT memiliki cadangan dukungan sosial yang besar. PT dibentuk oleh kelas pekerja Brazil dalam perjuangan buruh metal pada akhir 1970an dan awal 1980an. Ia memiliki akar yang dalam di kelas pekerja Brazil.

Kaum Marxis Brazil mendasarkan diri mereka dari fakta fundamental ini. Massa buruh masih melihat PT sebagai partai mereka. Popularitas besar Lula mengkonfirmasikan ini. Kenyataan bahwa kaum Marxis Brazil memenangkan lebih dari 3500 suara di dalam pemilihan internal PT dan memenangkan posisi di dewan nasional PT mengkonfirmasi bahwa di dalam partai ini ada lapisan buruh yang maju yang sedang mencari sebuah alternatif revolusioner. Di atas basis peristiwa-peristiwa, di atas basis pengalaman pemerintah PT dan gerakan kelas pekerja, pada satu tahapan tertentu sayap kiri di dalam partai akan menjadi kuat dan kaum Marxis akan dapat tumbuh dari proses ini. Mereka sudah mendapat posisi-posisi penting di serikat buruh kereta, kimia, dan buruh gelas. Mereka juga punya posisi sebagai anggota dewan PT di Sao Paulo dan Santa Caterina yang memberikan mereka gaung yang lebih luas di dalam gerakan buruh. Mereka juga dikenal luas di dalam gerakan buruh Brazil sebagai pemimpin Gerakan Pendudukan Pabrik, yang memberikan mereka otoritas di antara massa buruh. Semua ini menempatkan mereka dengan baik sebagai sebuah tendensi yang disegani  oleh banyak buruh dan membuka kesempatan-kesempatan yang besar di hari depan.

Dalam situasi ini, Kaum Marxis dari kelompok Esquerda Marxista yang merupakan sebuah tendensi di dalam PT sedang berjuang dalam basis Front Persatuan, dengan tuntutan bahwa Lula dan PT harus pecah dari kelas penguasan (pecahkan pemerintah koalisi dengan partai-partai borjuis), mendorong terbentuknya Pemerintahan Buruh, yang mendasarkan dirinya pada CUT dan MST dan organisasi-organisasi rakyat, yang harus menjalankan program anti-imperialis dan anti-kapitalis, mengimplementasikan aspirasi kelas buruh yang paling urgen di kota-kota dan pedesaan.

Argentina

Kendati pertumbuhan ekonomi yang signifikan pada 2003-2008, dengan rata-rata pertahun 8%, taraf kehidupan massa tidaklah meningkat secara substansial, dan walaupun kelas pekerja secara insting menolak politisi-politisi sayap kanan, pemerintahan Cristina Fernandez tidaklah membangkitkan antusiasme.

Aspek yang paling penting dari situasi ini adalah benturan frontal antara pemerintahan Cristina Fernandez de Kirchner dan kaum borjuasi. “Kirchnerisme” adalah sebuah varian politik dari Peronisme (populisme borjuis) – sebuah fakta yang membedakannya dari pemerintah-pemerintah serupa di Venezuela, Bolivia, dan Ekuador. Namun, kaum borjuasi tidak dapat mentolerir usaha pemerintah untuk mempertahankan semacam independensi. “Kirchnerisme” berusaha untuk membatasi tendesi predatoris dari modal-modal besar nasional dan imperialis, dan memberikan beberapa konsesi kepada rakyat pekerja, guna memenuhi kepentingan umum dari kapitalisme Argentina. Pada akhirnya, ini tidak membahagiakan kedua pihak.

Namun, untuk sekarang ini ketiadaan partai politik kelas buruh memberikan “Kirchnerisme” peluang untuk menggunakan demagogi kiri dan oleh karenanya tampak sebagai satu-satunya kekuatan yang dapat berdiri melawan kaum Kanan. Ini memberikannya dukungan dari cukup besar kelas pekerja yang melihat “Kirchnerisme” sebagai sesuatu yang lebih tidak buruk ketika dihadapi dengan bahaya kaum Kanan yang diwakilkan oleh kaum oposisi dan kebijakan mereka yang reaksioner.

Satu-satunya alternatif adalah untuk membentuk sebuah Partai Buruh, dan membawa perjuangan politik ke lapisan luas kelas pekerja, dimana sebuah tendensi Marxis dapat menyatukan sektor-sektor yang paling sadar dan maju. Ada elemen-elemen objektif dalam situasi iniyang dapat membentuk perspektif tersebut, seperti Proyecto Sur dan Constituyente Social. Proyecto Sur adalah sebuah gerakan politik yang didukung oleh kaum Peronis kiri, para pemimpin serikat buruh CTA, dan aktivis-aktivis kiri, dan mendapatkan 25% suara di pemilu-pemilu lokal di ibu kota Bueons Aires, dan mempresentasikan dirinya sebagai sebuah alternatif kiri dari Kirchnerisme. Constituyente Social adalah sebuah platform politik luas yang diajukan oleh serikat buruh CTA untuk menciptakan gerakan politiknya sendiri. Tetapi kemungkinan akan sebuah front antara Constituyente Social dan Proyecto Sur yang dapat mendorong terbentuknya sebuah gerakan politik atau partai rakyat pekerja, secara praktis telah menjadi mustahil karena pergeseran ke kanan oleh para pemimpin Proyecto Sur yang mencari basis dukungan dari kaum borjuis kecil dan bukan dari kelas buruh dan sedang membentuk persetujuan dengan pengejar karir politik dan kelompok-kelompok yang mayoritas ada di sebelah kanan dari Kirchnerisme. Ini mengasingkan ribuan militan, simpatisan, dan pendukung dari gerakan tersebut.

Masalah politik yang utama adalah komposisi borjuis kecil dari kepemimpinan Proyecto Sura dan ketidakteguhan dari para pemimpin seksi CTA yang merupakan bagian dari gerakan politik ini dan yang memimpin Constituyente Social.

Namun, CTA tetap merupakan satu front yang penting untuk kerja agitasi di seputar isu membangun sebuah partai buruh massa. Selain Constituyento Social, yang menyatukan para pemimpin serikat buruh reformis kiri dan ribuan kaum buruh yang maju di seluruh negeri, ada juga di sekitar CTA sebuah lapisan penting aktivis-akvitis serikat buruh yang anti-birokrasi yang akan memandang perspektif ini dengan antusiasme dan ketertarikan. Tekanan perjuangan kelas dan kelas pekerja pada satu saat akan mendobrak bendungan Peronis, karena perjuangan kelas adalah motor dari sejarah dan lebih kuat daripada aparatus-aparatus konter-revolusi.

Sekarang, inilah lapangan dimana tugas dari kaum Marxis adalah untuk berpartisipasi di setiap front massa yang mencoba menyalurkan aktivitas politik rakyat pekerja, dan disana untuk menjelaskan dengan sabar program sosialis, untuk menyediakan sebuah perspektif kelas, apapun kebimbangan, inkonsistensi, dan kebingungan dari para pemimpin insidental dari gerakan-gerakan ini.